Penting : tulisan ini tidak ada hubungannya dengan tempat saya bertugas sebagai guru dan ASN
Ketika kurikulum berganti, apa pun namanya yang paling disibukkan oleh banyak hal adalah guru, dari wajib mengerti, wajib mempelajari dan wajib mengikuti aturan yang baru. Sementara di ruang- ruang sosial, para guru pasti ada yang curhat, ada yang diam mempelajari, ada yang ikut berkontribusi, ada yang berseberangan dan seabgainya. Saya termasuk guru yang belajar keras di kurikulum 2013, maklum honorer dengan segala keaadannya. Bahkan tidak punya akta IV, aias nggak punya ijin mengajar.
Beruntung punya teman-teman hebat yang memberikan waktu dan tenaga membantu saya untuk tahu paham dan mengerti. Di media sosial pun saya bertemu dengan teman-teman hebat, berbagi dan membahagiakan.
Salah satu tekad saya menjadi bagian tim besar untuk memudahkan kurikulum agar bisa dipakai oleh semua pihak, sederhana dan siap pakai, tidak banyak auran dan “harga mati”. Masa berganti ketika kebijakan demi kebijakan sudah mulai banyak orang yang berpikir memberikan saran bukan hanya tulisan tetapi juga pratik baik. Saya melihat dengan kepala sendiri bagaimana sekolah sekolah berbasis agama yang mampu mempraktekan kedisiplinan bukan dengan komando panglima perang, dari kehadiran siswa di kelas hingga pulang, aman nyaman dan menyenangkan. Bukan menurunkan kedisplinan menjadi di bawah standar, tetapi kedisiplinan yang menjadi bagian hati, senyum dan harga diri. Hukuman yang memberikan pemahaman atas kesalahan yang terjadi. Guru menjadi dihormati bukan ditakuti, penghormatatan yang sesuai dengan posisi sebagai manusia terhormat.
Salah satu guru saya pernah berkata :”hidup tidak selamanya indah, saat masa indah bersiap untuk datang masa sulit, masa perjuangan dan saling berkolaborasi.” Masa itu datang, bukan karena kita inginkan, tetapi regulasi yang ada. Sadari karena regulasi, semua terimbas, tidak ada guru, institusi dan pejabat yang tidak terkena. Semua terkena dan mengalami goncangan sesaat. Karena semua, yuk sadar semua kena. Semua dapat siswa zonasi, siswa KJP, siswa anak sopir dan sebagainya. Salah satu pesan yang baik dari atasan adalah : tidak perlu lagi mengobarkan darima siswa berasal, dari keluarga apa, bagaimana statusnya… tugas guru membuat anak bangsa mampu hidup di masa nya dengan bakat minatnya.
Guru tidak boleh teriak-teriak kurikulum ini itu, sulit tidak, dan sebagaiunya. Yuk belajar lagi saja. Kurikulum itu alat bantu guru alias resep untuk menghasilkan masakan yang enak dinikmati banyak orang, tidak ada komplain dengan makanan itu, dan biarkan sang koki yang belepotan, kelelahan, kotor dan bermandikan amarah banyak pihak saat menghasilalkan hidangan tersebut. Kalau tiba-tiba prestasi siswa menurun, yaaah tidak perlu menyalahkan rumput tetangga, atau kambing-kambing hitam lain. Banyak institusi yang juga tidak mencapai hasil maksimal.
Bukan mencari alasan, di kurikulum merdeka, kami diajarkan untuk mecari ide solusi. Kemarahan bukan bagian dari kami, bagian dari iblis, makanya iblis keluar dari surga…
peace yaaa
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.