Dua tahun PJJ dengan covid 19 yang menenggarainya membuat banyak simpulan-simpulan baru akan keterpaian pembelajaran. Ujian sekolah atau penilaian harian yang diadakan secara online nyatanya masih tidak dapat mendeteksi kecurangan sebagain siswa atau kelompok siswa. Bahkan banyak temuan baru, bahwa pada saat tatap muka diadakan tes atau pun penilaian, hasil yang dicapai siswa jauh dari yang didapat pada saat PJJ. Kok bisa ?
Penggunaan dua device untuk mengerjakan soal dan satu untuk mengetahui situasi ruang ujian yang ada di rumah atau pun di jalan atau juga di kampung.. tetap masih dimungkinkan siswa atau kelompok siswa melakukan hal-hal yang tidak pada tempatnya.
Pernah di sebuah institusi mengadakan ujian sekolah online dengan orang tua sebagaia pengawas di rumah. Keren tuh, orang tua menyediakan waktu untuk memantau aktivitas ujian anak di sekolah. Tetapi tidak semua orang tua setuju. Ada orang tua yang mereka bekerja pagi hingga malam, suami istri, atau suami bekerja tetapi istri masih harus menemani bayi kecil atau pun menyiapan anak yang lain ke sekolah. Inilah fenomena yang ada. Tetapi jangan kaget juga ada anak yang boleh jadi ujiannya di rumah guru les atau pun tempat bimbingan belajar/tes. Kalau pun pakai foto lokasi atau timestamp camera, semua sudah tahu, bisa diakaali. Lagi-lagi memeng kesadaran untuk menjaga kejujuran akan integritas pendidikan baik di rumah atau pun sekolah menjadi penting. Dan ini tantangan besar.
PJJ atau online telah banyak membuktikan berkurang banyak atau hilangnya ketangguhan siswa dalam belajar. Ujian di sekolah saja siswa mampu untuk berlaku tidak jujur, menyontek, membuka chat, menyembah Google, live line, bahkan memperbesar view layar CBT atau apa pun aplikasinya. Apalagi online. Yang mempunyai kelebihan gadget atau laptop bisa memanfaatkan secara penuh. Layar monitor pengawasa tidak mungkin bisa mengawasi secara penuh siswa PJJ, 36-40 siswa. Terbilang “clean” ujian via online dari tangkapan menyontek atau lainnya.
Yang masih menggelitik di saya, Undangan SNMPTN hanya bermodalkan nama baik sekolah dan nilai akademik siswa.
Faktor Lolos SNMPTN 2022
1. Nilai Rapor dengan Indeks Sekolah
Ashari mengatakan, nilai rapor kelas 10-12 merupakan bagian dari indeks pribadi di proses SNMPTN 2022. Nilai rapor siswa peserta SNMPTN se-Indonesia kemudian disamakan lewat pengolahan dengan persentase indeks sekolah.
Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini menjelaskan, indeks sekolah merupakan angka pemetaan sekolah berdasarkan rata-rata nilai UTBK SBMPTN dalam satu tahun dan per 3 tahun terakhir.
“Nilai UTBK itu dirata-rata, satu sekolah. Kemudian dalam 3 tahun terakhir, dirata-rata. Kemudian kita ada data tiap tahun, ada yang diranking setiap 3 tahun. Itu kita ambil, diurut ya nilai tertinggi SMA mana,” kata Ashari.
“Kalau siswa-siswa di satu sekolah itu nilai UTBK-nya tinggi-tinggi, ini akan menempatkan posisi sekolah jadi lumayan tinggi dibanding sekolah dengan nilai UTBK yang kurang tinggi,” imbuhnya.
Ashari mengatakan, penerapan persentase indeks sekolah punya pengaruh pada hasil akhir nilai rapor seorang siswa peserta SNMPTN 2022.
“Itu digunakan untuk supaya fair, menyamakan nilai rapor. Jadi ada sama-sama dapat angka 9 misalnya, matematika 9 begitu. Si SMA yang peringkatnya tinggi, misal kita beri 100 persen, maka 9 betul-betul 100 persen, 9. Tapi untuk yang di bawahnya sedikit, jadi berkurang, bukan 9, meskipun (awalnya) sama-sama 9,” jelasnya.
2. Prestasi dan Penghargaan
Ashari mengatakan, prestasi dan penghargaan juga termasuk indeks pribadi peserta SNMPTN. Ia mencontohkan, skor siswa juara 1 dan juara 2 di kompetisi internasional akan berbeda.
“Internasional juara satu itu ada skoringnya (tersendiri), intenasional juara 2 ada skoringnya. Jadi cukup fair sehingga belum tentu ya, misal, salah satu anak dalam peringkat rapor di sekolah itu peringkat tinggi (akan lolos SNMPTN). Prestasinya bagaimana, penghargaan yang diterima bagaimana, itu mempengaruhi, karena itu dihitung,” jelas Ashari.
“Tidak hanya capaian rapor, tapi juga portfolio. Jadi jangan lupa untuk raih prestasi untuk siswa SMA, SMK, dan MA,” imbuhnya.
3. Kompetisi Kursi di Prodi Tujuan
Ashari mengatakan, siswa bisa memilih prodi sesuai yang diminati sambil mengukur kompetisi perebutan bangku di jurusan tersebut. Contohnya yaitu dengan melihat perbandingan daya tampung dan peminat di prodi tujuan pada jalur SNMPTN tahun sebelumnya.
https://www.detik.com/edu/seleksi-masuk-pt/d-5928122/faktor-lolos-snmptn-2022-indeks-pribadi-hingga-indeks-sekolah
Pertanyaan pentingnya adalah : anak yang telah melakukan kecurangan, tertangkap cuma sekali, (mending kalau ada data time seriesnya dalam pembinaan), apakah pihak panitia juga menerima data karakter siswa selama di sekolah tersebut. Rapor siswa memang disetting sikap minimal B. Bagaimana dengan anak yang pernah menyontek,… lewat deng nggak ada urusan. Sekolah belum tentu menuliskan kondisi : pernah menyontek, pernah membobol ujian sekolah, pernah menyebarkan kunci jawaban. Bisa runtuh integritas sebuah sekolah.
Kurikulum merdeka, sebuah solusi, karena profil pelajara pancasila menjadi tujuan pencapaian. Masih kurang nyaman ketika anak-anak yang melakukan upaya kecurangan berlenggang ria di SNMPTN atau PPKB misalnya. Merasakan Sipenmaru, merasakan UMPTN di tahun 80-an akhir dan SIMAK UI di tahun 2000, jadi tahu bahwa Ujian Masuk dengan pola ujian tulis itu keren. Benar-benar bersaing secara terbuka dengan anak-anak lain berdasarkan kompetensi keilmuan.
Moga-moga ada perubahan di SNMPTN dan PPKB UI, misalnya siswa mendapat rekomendasi dari guru lain atau kepala sekolah yang menyatakan siswa ini berkelakuan baik selama di sekolah, tidak pernah diskors atau melakukan tindakan kriminal…Hanya usulan jangan dibawa baper… ayo buat ide solusi,…
salam guru kampung
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.