Pekan Korea di WordPress Wangsajaya,.. (3)

Sebuah Tulisan di Fb : Yiks

Semoga bermanfaat.

KOREA SELATAN: KEMAJUAN BERBASIS KEBUDAYAAN

Oleh Anwari WMK

Pengantar

Selama sepekan (3-10 Maret 2012) saya tercatat sebagai salah seorang peserta yang diundang oleh Korean Tourism Organization (KTO) dan Yayasan Kyungsung Indonesia untuk berkunjung menuju beberapa kawasan di Korea Selatan, yaitu Seoul, Paju City (Gyeonggi), Ulsan dan Busan. Sekali pun rombongan yang berangkat dari Jakarta sepenuhnya diperlakukan sebagai turis, saya berusaha menelisik dimensi-dimensi kultural Korea Selatan yang penting untuk dijadikan catatan kebudayaan. Berikut ini catatan tersebut.

Edukasi Internasional

Saat berkunjung ke Kyung Hee University di Seoul, ada catatan menarik dalam kaitannya dengan kebudayaan Korea Selatan. Di universitas yang berdiri pada tahun 1949 itu terdapat Institute of International Education (IIE). Dari sekian banyak program studi, tampak menonjol bahwa IIE sengaja dirancang sebagai faktor penting dari keberadaan Kyung Hee University di Korea Selatan, bahkan di dunia internasional.

Sebagai bagian dari Kyung Hee University, institusi IIE sendiri dibentuk pada tahun 1993 atau setelah Kyung Hee University berusia 44 tahun. Dengan mengusung motto “Creating a Civilized World”, IIE berupaya menumbuh kembangkan apa yang disebut “warga masyarakat global” dengan menerima kehadiran mahasiswa dari berbagai penjuru dunia. Pada kelembagaan IIE itulah termaktub Program Bahasa dan Kebudayaan Korea. Kini, jumlah mahasiswa Program Bahasa dan Kebudayaan Korea di bawah pengelolaan IIE mencapai lebih dari 6.000 orang. Bahkan, program Bahasa dan Kebudayaan Korea itu telah meluluskan 25.000 mahasiswa yang berasal dari 81 negara di dunia.

Apa sebenarnya filosofi yang melandasi keberadaan Program Bahasa dan Kebudayaan Korea itu? Mengapa Program Bahasa dan Kebudayaan Korea justru masuk ke dalam cakupan IIE?

Menurut Profesor Su Hui Kim, Program Bahasa dan Kebudayaan Korea dewasa ini memfokuskan perhatian untuk lebih banyak menerima mahasiswa asing. Semakin besar jumlah mahasiswa asing belajar Program Bahasa dan Kebudayaan Korea, maka semakin bermakna pula keberadaan IIE.

Memang, di IIE juga terdapat Program Studi Bahasa Jepang, Bahasa China dan Inggris. Baik warga Korea Selatan maupun warga asing terbuka untuk belajar Program Studi Bahasa Jepang, Bahasa China dan Inggris di IIE. Hanya saja, satatus “edukasi internasional” yang melekat dengan jati diri IIE justru ditekankan untuk memperkuat keberadaan Program Bahasa dan Kebudayaan Korea.

IIE tercatat sebagai institusi pendidikan terbaik di Korea Selatan dalam kaitannya dengan bahasa dan kebudayaan. Dengan membuka Program Bahasa dan Kebudayaan Korea, IIE diperhitungkan kedudukannya sebagai institusi pendidikan tinggi di Korea Selatan. Itulah mengapa keberadaan IIE akan terus diperhatikan oleh Kyung Hee University.

Apa yang penting digarisbawahi dari keberadaan Program Bahasa dan Kebudayaan Korea IIE adalah makna edukasi internasional dalam sistem pendidikan yang dikembangkan. Aspek pokok dari kata “edukasi internasional” tersebut adalah kehadiran mahasiswa dari berbagai negara di dunia. Semakin banyak jumlah mahasiswa asing yang terdaftar di Program Bahasa dan Kebudayaan Korea IIE, maka semakin jelas pula makna edukasi internasional dari keberadaannya Program Bahasa dan Kebudayaan Korea IIE.

Konsepsi pendidikan semacam ini menarik untuk digarisbawahi. Sebab dengan demikian berarti, latar belakang keberadaan mahasiswa [dari berbagai negara di dunia] justru diposisikan sebagai variable penentu keberadaan institusi pendidikan yang dideklarasikan bertaraf internasional. Sedangkan substansi dari pendidikan tersebut justru bahasa dan kebudayaan Korea. IIE dalam konteks ini tidak terjebak ke dalam reduksi makna edukasi internasional.

Dalam konteks persoalan yang lain di Indonesia, misalnya, edukasi bertaraf internasional cenderung direduksi maknanya hanya dalam kaitannya dengan penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran. Cara pandang semacam ini tidak mengubah keadaan secara berarti. Sebab memang, bukan terutama pada aspek penggunaan Bahasa Inggris sebuah institusi pendidikan disebut berwatak edukasi internasional. Di atas segalanya, justru kehadiran peserta didik dari banyak negara yang dijadikan dasar untuk menyebut adanya edukasi berwatak internasional.

Dalam dimensi yang lebih luas, Program Bahasa dan Kebudayaan Korea IIE justru menciptakan titik temu kesadaran berbudaya di kalangan peserta didik. Bayangkan ribuan mahasiswa dari berbagai negara di dunia berada dalam kesamaan spektrum untuk mempelajari bahasa dan kebudayaan Korea. Langsung maupun tak langsung, bahasa dan kebudayaan Korea diletakkan sebagai faktor penentu terjadinya titik temu kesadaran berbudaya kalangan mahasiswa dari banyak negara di dunia.

Konsepsi pendidikan semacam ini melahirkan kalangan terpelajar dengan tingkat penguasaan yang memadai terhadap bahasa dan kebudayaaan Korea, sementara individu-individu kalangan terpelajar itu tersebar ke berbagai negara di dunia. Karena itu tak berlebihan pula jika dikatakan, bahwa melalui Program Bahasa dan Kebudayaan Korea IIE itu, maka Kyung Hee University meletakkan suatu dasar berpijak terciptanya kepemimpinan untuk masa depan kehidupan dunia.

Pelajaran paling penting di sini ialah edukasi berwatak internasional yang dikembangkan oleh sebuah institusi pendidikan tinggi tidak harus meninggalkan modal kultural nasional suatu negara-bangsa.

Industri Berbasis Kebudayaan

Kota Ulsan di Korea Selatan kini mencorong ke seluruh dunia sebagai tempat berdirinya Hyundai Motor Group. Saat berkunjung ke perusahaan otomotif tersebut, saya mendapatkan penjelasan ihwal sejarah berdirinya serta filosofi keberadaannya yang bertahan hingga hari ini. Saya juga melihat salah satu paberik pembuatan mobil Hyundai, yang beroperasi layaknya sistem ban berjalan. Di paberik ini ratusan orang bekerja berdasarkan spesialisasi penanganan satu aspek dari setiap unit mobil yang sedang diproduksi.

Industri otomotif Hyundai di Ulsan ini penting disorot untuk melihat keterkaitan antara keutuhan proses industri dengan kebudayaan. Hyundai mempertontonkan pola kerja kompleks industrial menyangkut keseluruhan proses manufakturing produk otomotif hingga ekspor produk akhir ke mancanegara. Bahkan, di kompleks industri Hyundai terdapat pelabuhan yang secara khusus berfungsi menunjang kelancaran ekspor mobil Hyundai ke mancanegara.

Sebagai perusahaan otomotif, Hyundai berdiri pada tahum 1967. Lebih dari satu dasawarsa kemudian, tepatnya pada 1976, Hyundai merilis Hyundai Pony. Itulah produk pertama Hyundai yang kemudian dikenal luas sebagai “mobil pertama berselera Korea”. Pada 1986, untuk pertama kalinya Hyundai mengekspor mobil ke mancanegara. Perkembangan selanjutnya ditandai oleh munculnya produk-produk bertajuk Elantra (2000), Verna (2001), EF Sonata (2001) EF Sonata II (2004), Sonata (2005), Elantra (2006), j30 (2007), Coupe (2008), Veracruz (2008), Accent Sport (2008), j30cw (2008), Azera (2008), j20 (2008), Genesis (2008), Getz (2008), Genesis Coupe (2008), Centennial (2009), Sonata (2010), Elantra (2010), Accent (2010) dan Azera (2011).

Apa yang penting dicatat dari munculnya produk-produk tersebut adalah dua hal. Pertama, Hyundai merupakan korporasi yang berdiri di garda depan sejarah perkembanagn industri otomotif Korea Selatan. Segenap narasi sejarah berkenaan dengan industri otomotif Korea Selatan menempatkan Hyundai pada posisi penting dan menentukan.

Kedua, berbagai macam produk otomotif Hyundai hadir sebagai konsekuensi logis tatkala Hyundai mengukuhkan dirinya sebagai industri manufaktur yang diperhitungkan di dunia. Mobil “Genesis”, misalnya, merupakan produk Hyundai yang banyak diminati konsumen Amerika Serikat. Kemampuan menembus pasar global menjadi indikator bagi Hyundai meraih keunggulan dalam kompetisi produk-produk otomotif yang pemasarannya berskala global.

Kehebatan Hyundai dengan demikian, harus ditelisik berdasarkan dua faktor sekaligus. Pada satu sisi, Hyundai mendeterminasi perkembangan historis industri otomotif Korea Selatan. Pada lain sisi, produk otomotif Hyundai diterima kehadirannya oleh pasar global. Dua hal ini saling berkesinambungan satu sama lain. Kemampuan berdiri di garda depan industri otomatif pada tingkat nasional Korea Selatan lalu dilanjutkan dengan kemampuan menembus dunia internasional. Dalam perjalanan historisnya, Hyundai memperlihatkan terjadinya proses evolusi yang niscaya ditempuh oleh sebuah perusahaan otomotif.

Pada keseluruhan fase perkembangan Hyundai, tahun 2010 tercatat sebagai kurun waktu yang menentukan. Chairman dan CEO Hyundai Moong-koo Chung menyebut tahun 2010 sebagai “a year of new challenges”. Itu karena, tahun 2010 ditandai oleh kemerosotan perekonomian America Serikat yang berdampak buruk bagi perekonomian dunia. Namun justru dalam situasi penuh tantangan semacam itu, selama 2010 Hyundai mencatat kemajuan menakjubkan, yaitu mampu mengekspor produk-produknya ke mancanegara hingga mencapai 3,61 juta unit mobil. Berdasarkan kenyataan ini pula Hyundai berada pada peringkat 65 dari 100 perusahaan terbaik dunia.

Di pasar otomotif China, Rusia dan Amerika Serikat, Hyundai mengukuhkan kehadirannya. Penjualan yang berarti di China merupakan keberhasilan menembus pasar otomotif terbesar dunia. Sebagai wujud nyata untuk memperkuat produksi global dan struktur penjualan, Hyundai membangun paberik pembuatan mobil di Rusia. Di Amerika Serikat, untuk pertama kalinya pada 2010 penjualan mobil Hyundai menembus angka rekor 500 ribu unit mobil, sehinga mendapatkan perhatian luas dari kalangan media massa berpengaruh di Negeri Paman Sam itu.

Kedahsyatan Hyundai dewasa ini tercermin dalam pernyataan Moong-koo Chung, bahwa Hyundai Motor Group sengaja menciptakan struktur industrial yang terintegrasi secara kuat dari hulu ke hilir. Bahkan seperti telah disebutkan di atas, Hyundai di Ulsan memiliki pelabuhan tersendiri untuk memperlancar ekspor produk-produknya ke seluruh dunia. Kata Moong-koo Chung, “Pasar dunia berubah dengan sangat cepat. Korporasi-korporasi yang gagal beradaptasi dengan perubahan cepat itu bakal bergeser dari sebelumnya sebagai pemenang menjadi pihak yang terkalahkan.” Maka, perubahan secara inovatif Hyundai ditandai oleh terciptanya struktur industrial yang terintegrasi secara kuat dari hulu ke hilir.

Kini, Hyundai Motor Group mengusung perspektif “New Thinking. New Possibilities.” Perspektif tersebut dapat dimengerti sebagai “new ideas create new values” dalam konteks penggunaan energi ramah lingkungan. Dengan upayanya yang tak kenal lelah sejak kurun waktu berdirinya hingga kini, Hyundai telah meletakkan satu format industrial berbasis kebudayaan. Sehingga, eksistensi Hyundai ditandai oleh apa yang disebut “the new beginning of modern premium” dengan aspek-aspeknya seperti berikut:

~ Gagasan-gagasan kecil dikembangkan justru untuk meruntuhkan paradigma lama. Kemunculan teknologi yang sederhana dimengerti sebagai lahirnya kebaruan yang belum pernah ada sebelumnya.

~ Inovasi Hyundai kini hingga ke masa depan mengusung nilai-nilai baru persis sebagaimana dituntut masyarakat konsumen.

~ Hyundai terus-menerus berupaya dekat dengan publik konsumen, sehingga dikembangkan tradisi industrial untuk menghasilkan produk-produk estetik yang sepenuhnya mencerminkan keindahan cita rasa manusia.

Maka, berbahagialah Korea Selatan, memiliki perusahaan semacam Hyundai. Inilah perusahaan yang tak hanya paham arti keuntungan. Di atas segalanya, Hyundai mengadopsi nilai-nilai kultural masyarakat Korea yang ulet dan dikenal sebagai pekerja keras menghadapi tantangan kehidupan.

Antara Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan

Di Busan, Korea Selatan, Kyungsung University merupakan salah satu institusi pendidikan tinggi terkemuka, berdiri sejak 1955. Kini, universitas dengan 13 ribu lebih mahasiswa itu keberadaannya dikaitkan dengan renaisan pendidikan menjawab tantangan masa depan. Menurut Dae Sung Kim, Chairman Kyungsung University, tantangan masa depan harus dijawab oleh dunia pendidikan tinggi melalui apa yang disebut “cinta dan pelayanan”. Terutama setelah usia Kyungsung University mencapai lebih dari 50 tahun, maka “cinta dan pelayanan” itu merupakan upaya tiada akhir. Sebab memang, hanya dengan “cinta dan pelayanan” Kyungsung University memiliki landasan filosofi menjawab tantangan masa depan.

Sejalan pula dengan makin menguatnya kehadiran masyarakat informasi, pendidikan tinggi dituntut mampu melakukan berbagai upaya kreatif dalam bidang riset. Pendidikan tinggi tidak boleh mandeg ke dalam serangkaian tindakan monoton serba mekanis. Itulah mengapa, kata Dae Sung Kim, mutu sebuah institusi pendidikan tinggi mustahil semata ditakar dengan hanya berdasarkan kemegahan secara fisik. Tetapi bagaimana segenap elemen pendidikan tinggi memiliki kesamaan spirit dan cita-cita menciptakan kualitas. Maka, keberadaan civitas akademika jauh lebih penting dibandingkan dengan kemegahan bangunan gedung.

Kesadaran para pengelola Kyungsung University menjawab tantangan masa depan penting digarisbawahi sebagai catatan kebudayaan. Sebab dengan demikian berarti, proses-proses pendidikan mengandung hakikat kerja-kerja kebudayaan. Menurut Soo Geun Sung, Presiden Kyungsung University, dibutuhkan transformasi berkesinambungan demi menjawab perubahan-perubahan besar dalam hubungannya dengan tantangan masa depan. Hanya melalui transformasi berkesinambungan itulah Kyungsung University, kata Soo Geun Sung, mampu menentukan berbagai determinasi yang relevan dengan kehidupan masa depan. Dengan juga berpijak pada transformasi berkesinambungan maka Kyungsung University menggedor masa depan melalui keterbukaan pikiran dan kreativitas.

Kyungsung University didirikan oleh tokoh Kristen Korea Dr. Kim Gil-Chang pada tahun 1955. Semula, Kim Gill-Chang mendirikan Kyungnam Teacher’s College. Pada 1979, Kyungnam Teacher’s College berubah menjadi Pusan Industrial University. Pembangunan fasilitas pendidikan tinggi dimulai sejak 1979 itu. Pada 1988 Pusan Industrial University berubah menjadi Kyungsung University

Perubahan yang terjadi pada 1988 itu memiliki makna yang sangat penting. Sejak saat itu, Kyungsung University berproses memasuki etape baru menjadi universitas berskala internasional. Kyungsung University berupaya melakukan proses-proses pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat kontemporer Korea maupun masyarakat kontemporer dunia. Dengan mengukuhkan eksistensinya sebagai universitas berskala internasional, Kyungsung University berupaya mewujudkan apa yang dinarasikan sebagai “adhering education system to make student dream come true”. Tak mengherankan jika kemudiaan kelas internasional di Kyungsung University ditandai oleh hadirnya mahasiswa asing dari berbagai negara di dunia.

Di Kyungsung University kini, terdapat 10 undergraduate colleges, yaitu: Liberal Art, Law and Politics, Commers and Economics, Science, Engineering, Pharmacy, Art, Theology, Multimedia, Chinese. Baik mahasiswa lokal Korea maupun mahasiswa asing terbuka untuk belajar pada salah satu dari 10 colleges tersebut.

Saat tiba di kampus Kyungsung University, saya mendapatkan pemahaman berkenaan dengan dua hal.

Pertama, Kyungsung University ternyata memiliki Museum Burung. Didukung oleh pakar-pakar biologi, Museum Burung ini merupakan salah satu ikon penentu keberadaan Kyungsung University di Busan. Pemerintah dan masyarakat di Busan mendukung keberadaan museum tersebut, dengan menyerahkan burung-burung yang ditemukan mati untuk kemudian diawetkan di Museum Burung Kyungsung University. Di museum ini 270 spesimen burung dari berbagai kawasan di dunia diawetkan serta tersedia 70 telor burung. Di samping itu, terdapat beberapa sangkar burung yang ditemukan di kawasan Korea.

Kedua, di Kyungsung University terdapat museum sejarah dan kebudayaan Dinasti Kaya. Begitu pentingnya museum ini, sampai-sampai disebut secara khusus sebagai “University Museum”. Di museum ini dipamerkan artefak-artefak masa lalu Dinasti Kaya. Baik artefak peralatan perang maupun peralatan kehidupan sehari-hari dipamerkan di museum ini. Kyungsung University dalam konteks ini melakukan upaya saksama merawat ingatan ihwal masa lampau Dinasti Kaya.

Menyimak keberadaan dua museum ini saya sampai pada kesimpulan, bahwa Museum Burung maupun University Museum merupakan simbol adanya saling kaitan antara ilmu dan kebudayaan. Kyungsung University melakukan upaya-upaya sadar agar ilmu pengetahuan dan kebudayaan berada dalam titik perlakuan sederajat untuk ditelaah secara saksama sebagai aspek penting merawat dinamika akademis.

Dengan Museum Burung, Kyungsung University bukan saja berpeluang menambah cadangan ilmu pengetahuan di seputar kehidupan hewan unggas. Lebih dari itu, Kyungsung University bisa memperluas wawasan tentang perubahan perilaku burung sejalan dengan timbulnya perubahan-perubahan ekologis. Apalagi seperti dewasa ini, ornetologi [ilmu pengetahuan tentang burung] merupakan salah satu faktor yang berperan penting untuk mengetahui secara lebih mendalam seluk beluk pemanasan global.

Melalui museum sejarah Suku Kaya, Kyungsung University termotivasi untuk terus melakukan pengkajian terhadap pola-pola kebudayaan di masa lampau. Pencarian makna terhadap kehidupan masa lampau dalam kaitannya dengan kebudayaan di masa kini, dapat ditemukan secara lebih mudah melalui interpretasi dan reinterpretasi terhadap artefak-artefak kebudayaan Suku Kaya. Bagaimana pun, manusia adalah mahluk historis, sekali pun hidup di masa kini. Itulah mengapa, tak ada prakarsa baru hari ini yang terlepas dari dialektika kehidupan di masa lalu. Dengan menyimak artefak demi artefak yang tersaji dalam museum ini, Kyungsung University sesungguhnya membangun pemahaman tentang kehidupan di masa kini yang berjalin kelindan dengan kehidupan masa lampau.

Begitulah eksistensi Kyungsung University di Busan, Korea Selatan.[]

Pekan Korea di WordPress Wangsajaya,….(2)

Tulisan diambil dari Fb : Yiks

Semoga bermanfaat.

Dinamika Mutakhir Sains Korea

KOREA SELATAN dewasa ini dikenal luas oleh publik dunia sebagai negeri yang ditandai oleh terjadinya perkembangan cepat dalam bidang teknolologi. Dari sejak industri otomatif, telekomunikasi, perekayasaan, hingga teknologi informasi, Korea semakin memantapkan posisi dirinya sebagai negara yang diperhitungkan di dunia. Namun demikian, kemajuan teknologi tak terjadi secara serta-merta. Ada sebab-sebab khusus yang melatarbelakanginya, yaitu perkembangan sains dalam kurun waktu mutakhir.

Dalam artikelnya bertajuk ‘Creation Science in Korea’, ilmuwan Young-Gil Kim dari Korea Advanced Institute of Science and Technology menjelaskan latar perkembangan sains di Korea yang besar pengaruhnya terhadap kemajuan teknologi di Negeri Gingseng itu. Gerakan kreasi sains di Korea, menurut Young-Gil Kim, semula diilhami oleh seminar bertema “Creation? Evolution?” pada 12-15 Agustus 1980. Tak tanggung-tanggung seminar tersebut dihadiri oleh 4000 orang peserta.

Young-Gil Kim menjelaskan, seminar ini berdampak positif terhadap perkembangan Korea di kelak kemudian hari. Bukan saja karena diberitakan secara luas oleh radio dan televisi nasional Korea, seminar ini juga menampilkan nara sumber dari Amerika Serikat. Nara sumber dimaksud adalah Dr. Henry Morris dan Dr. Duane Gish dari Institute for Creation Research, Dr. Walter Bradley dari Texas A & M, serta Dr. Charles Thaxton dari Foundation for Thought and Ethics. Dari pihak Korea sendiri, nara sumber yang tampil dalam seminar itu adalah Professor Young-Gil Kim.

Beberapa tahun kemudian, substansi pembicaraan para nara sumber dalam seminar tersebut diterjamahkan ke dalam berbagai bentuk kreasi sains, baik oleh kalangan universitas maupun oleh lembaga-lembaga penelitian. Dan sebagai ilmuwan yang pernah bekerja di NASA-Lewis Research Center, Young-Gil Kim menjadikan seminar besar itu sebagai titik permulaan terciptanya kemajuan teknologi di Korea.

Begitu seminar usai, maka dicanangkan rencana-rencana ke depan kreasi sains Korea. Dr. Morris dan Dr. Gish diundang hadir dalam pertemuan terbatas dengan 25 ilmuwan Korea yang memang memiliki minat besar melaksanakan agenda kreasi sains hingga ke masa depan. Sebagai hasilnya, terbentuklah organisasi “Korea Association of Creation Science” (KACR).

Pada 31 Januari 1981, KACR dinyatakan secara resmi berdirinya. Bahkan, inagurasi pendirian KACR dihadiri oleh sekitar 500 orang, serta mendapatkan perhatian luas dari masyarakat Korea. Koran-koran terkemuka seperti ‘The Korea Times’ dan ‘The Chosun Ilbo’ melaporkan peristiwa inagurasi itu sebagai berita utama di halaman depan. Di samping itu, Televisi Nasional KBS turut pula memberitakannya.

Sebagai organisasi beranggotakan kaum ilmuwan, KACR mengalami perkembangan yang berarti sejak awal berdirinya. KACR lalu mengawal perkembangan teknologi perekayasaan di Korea. KACR menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya kemajuan teknologi di Korea.

Apa yang penting dicatat dari cerita ini adalah makna sebuah seminar bagi kemajuan sebuah negara. Seminar tidak sekadar diselenggarakan tanpa memperhitungkan implikasinya dalam jangka panjang. Seminar justru dijadikan titik tolak untuk membangun daya saing teknologi berdimensi jangka panjang hingga ke masa depan.

Anwari WMK

Pekan Korea di WordPress Wangsajaya,..

ada tiga tulisan yang saya ambil dari fb : Yiks,…semoga bermanfaat.

Catatan Pendidikan:
PENDIDIKAN BERMUTU YANG HAKIKI

OPINI publik yang berhamburan di media massa dan media sosial dalam hubungannya dengan pendidikan menunjukkan satu hal. Bahwa, siswa, orangua dan masyarakat mendambakan pendidikan yang bermutu. Dambaan tersebut bergema tanpa batas waktu. Bahkan hingga ke masa depan, dambaan terhadap pendidikan bermutu itu bakal terus berkumandang. Tapi, pendidikan bermutu yang bagaimana, itulah masalahnya.

Merujuk pada tata kelola pendidikan nasional, maka ada dua format pendidikan bermutu. Pertama, pendidikan bermutu yang simbolistik. Kedua, pendidikan bermutu yang hakiki. Pendidikan bermutu menurut format yang pertama, tidaklah substansial. Sementara pendidikan bermutu menurut format kedua, bersifat substansial-fundamental.

Masyarakat sangat mendamba terbentuknya pendidikan bermutu yang hakiki. Masalahnya, pemerintah tidak mampu memenuhi dambaan tersebut. Pemerintah terjebak ke dalam kesadaran yang keliru. Pendidikan bermutu menurut perspektif pemerintah diterjamahkan menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI). Pada akhirnya, RSBI/SBI dibubarkan Mahkamah Konstitusi, lantaran dinilai bertentangan dengan konstitusi. Publik pun terbelalak oleh fakta dan kenyataan, bahwa pendidikan bermutu dalam konteks RSBI/SBI semata bermakna simbolistik.

Sesungguhnya, tidaklah sulit melacak akar masalah, mengapa pemerintah terjebak ke dalam format pendidikan bermutu simbolistik. Hingga abad XXI kini, pemerintahan terdistorsi oleh tiga kecenderungan buruk, yaitu: feodalistik, formalistik dan koruptif. Tersebab tiga kecenderungan itu, pemerintah gagap mencerap segala sesuatu yang yang secara substansial hakiki. Kapasitas pemerintahan hanya sebatas mampu bersentuhan dengan aspek-aspek pinggiran yang ecek-ecek. Fakta ini pula yang bisa menjelaskan mengapa kebijakan-kebijakan pendidikan tak dilandaskan pada riset-riset mendalam berdasarkan asumsi-asumsi filosofis yang fundamental.

Dengan mutu semata simbolistik, praksis pendidikan kosong dari inovasi dan terobosan-terobosan besar. Petunjuk pendidikan bermutu dipenuhi oleh indikator-indikator tak relevan. Misalnya, pendidikan bermutu dimengerti secara banal semata pada penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar. Pembelajaran ilmu pengetahuan tidak memiliki kejelasan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dalam situasi demikian, pemerintah berkoar-koar telah berhasil mewujudkan pendidikan bermutu. Padahal, dalam realitas kongkretnya, tidak.

Sesungguhnya, keputusan Mahkamah Konstitusi membubarkan RSBI/SBI merupakan momentum untuk melakukan reinterpretasi secara radikal terhadap hakikat pendidikan bermutu. Cetak biru pendidikan bermutu mustahil merujuk pada cara pandang pemerintah yang memang terjebak ke dalam pusaran simbolisme. Sudah saatnya kini merancang bangun pendidikan bermutu yang hakiki, lepas dari perspektif dan cara pandang pemerintah.

Pendidikan bermutu dalam maknanya yang hakiki, bertali-temali dengan eksistensi guru dan siswa. Dalam konteks pendidikan bermutu, eksistensi guru ditandai oleh profesionalitas sebagai pendidik yang melampaui kehebatan profesi-profesi lain. Secara profesional, kehebatan kaum guru mutlak mengungguli profesionalitas dokter, pengacara, arsitek, peneliti, dan sebagainya. Kaum profesional lain di luar sektor pendidikan justru menimba inspirasi dari profesionalitas kaum guru.

Dalam konteks siswa, pendidikan bermutu yang hakiki ditandai oleh terbentuknya pemahaman secara utuh terhadap ilmu pengetahuan. Pembelajaran bersukma pencerahan, sehingga setiap siswa mampu mendeteksi secara mandiri talenta-talenta yang dimiliki. Proses edukasi mendorong siswa inovatif dan kreatif saat membangun pemahaman terhadap ilmu pengetahuan.

Secara demikian, dalam pendidikan bermutu yang hakiki, personalitas guru dan siswa utuh sebagai eksistensi. Kebijakan pendidikan dan politik pendidikan diniscayakan serius menjadikan guru dan siswa sebagai eksistensi bermartabat. Artinya, stop memberlakukan guru dan siswa semata sebagai obyek penderita dari kebijakan pendidikan dan politik pendidikan.

Sayang seribu sayang, imperatif atau tuntutan ini mustahil dipenuhi oleh pemerintahan berwatak feodalistik, formalistik, dan koruptif.[]

Anwari WMK